JAWARA PROPERTY – Anda mungkin pernah mendengar istilah tanah verponding atau lengkapnya eigendom verponding. Anda mungkin juga bertanya-tanya, apa, sih, yang dimaksud dengan tanah verponding?
Secara singkat, eigendom verponding adalah istilah yang diambil dari Bahasa Belanda yang berarti hak kepemilikan mutlak atas sebidang tanah.
Faktanya, banyak orang belum mengetahui hal ini hingga akhirnya terlibat sengketa tanah yang masih berstatus tanah verponding. Karena itu, sangat penting bagi Anda memahami beberapa hal berikut:
- Apa Itu Tanah Verponding?
- Kasus Tanah Eigendom Verponding
- Contoh Surat Eigendom Verponding
Setiap poin akan dijelaskan lebih lanjut melalui pemaparan selanjutnya.
1. Apa Itu Tanah Verponding?
Eigendom verponding atau tanah verponding merupakan salah satu produk hukum pertanahan pada zaman penjajahan kolonial Belanda di Indonesia yang menyatakan kepemilikan seseorang atas tanah.
Setelah Indonesia merdeka, pengakuan hak kepemilikan tanah kemudian diatur dalam Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA). Menurut UU No.5 Tahun 1960, tanah verponding harus dikonversi menjadi jenis hak tanah yang sesuai.
UUPA memang tidak mengatur tata cara konversi hak atas tanah. Meski demikian, setelah pemberlakuan UUPA, setiap orang wajib mengonversi hak atas tanah verponding-nya menjadi hak milik selambat-lambatnya tanggal 24 September 1980.
Mengapa harus dikonversi? Sebab hak atas tanah verponding berasal dari sistem hukum perdata Barat, sedangkan UUPA ditujukan sebagai hukum agraria nasional yang berbeda dengan hukum agraria sebelumnya. Sebenarnya konversi harus dilakukan setelah UUPA diundang-undangkan, atau paling lama dua puluh tahun setelahnya.
Namun, karena ketidaktahuan masyarakat atau ketidakmampuan mengurus konversi tanah verponding menjadi sertifikat, sampai saat ini masih banyak orang belum mengonversi hak atas tanahnya.
Padahal, langkah pembuatannya cukup mudah. Siapkan saja beberapa dokumen seperti:
- Alat-alat bukti tertulis (peta/surat ukur);
- Keterangan saksi atau yang bersangkutan diakui kebenarannya oleh Panitia Ajudikasi dan Kepala Kantor Pertanahan.
Kemudian, serahkan dokumen ke kantor pertanahan setempat untuk diproses lebih lanjut. Daftar kantor pertanahanan di berbagai daerah di Indonesia tersedia di sini.
2. Kasus Tanah Eigendom Verponding
Karena rentang waktu yang panjang, tanah verponding sangat rentan menjadi tanah sengketa. Sebab, belum ada kekuatan hukum yang mengikat pemegang hak yang sebenarnya. Jadi, jangan heran jika ada kasus penerbitan Sertifikat Hak Milik (SHM) atas nama orang lain yang bukan pemilik sah atas sebidang tanah.
Oleh karenanya, membeli rumah secara KPR lebih unggul dari sisi keamanan, lantaran bank akan bertanggung jawab langsung terhadap legalitasnya.
Meski begitu, mengurus perubahan tanah verponding tidak sesulit yang dibayangkan. Sebab, hal tersebut sudah diatur dalam Pasal 32 PP 24/1997. Di sana tertulis bahwa jika ada pihak yang merasa dirugikan dengan terbitnya suatu sertifikat tanah dalam jangka waktu 5 tahun setelah penerbitan, maka mereka bisa mengajukan tuntutan.
Jika Anda memenangkan kasus peradilan maka Anda bisa meminta Badan Pertanahan setempat mencabut SHM yang telah diterbitkan tersebut. Kemudian Anda bisa membuat Surat Hak Milik baru atas nama yang berwenang kepada Pengadilan Negeri setempat atau Pengadilan Agama setempat.
Dengan status hak tanah yang jelas dan memiliki kekuatan hukum yang kuat, maka Anda baru bisa melakukan alih kepemilikan dengan pihak ketiga, misalnya sebagai warisan untuk anak atau dijual.
3. Contoh Surat Eigendom Verponding
Karena rentang waktu yang panjang, tanah verponding sangat rentan menjadi tanah sengketa. Sebab, belum ada kekuatan hukum yang mengikat pemegang hak yang sebenarnya. Sumber: Merdeka.com
Mengenai kedudukan tanah verponding, berdasarkan Bagian Kedua (Ketentuan Konversi) Pasal I Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (“UUPA”), disebutkan bahwa hak eigendom atas tanah yang ada saat berlakunya UUPA menjadi hak milik.
Ketentuan konversi tersebut berlaku selama pemilik hak eigendom atas tanah tersebut memenuhi persyaratan sebagaimana yang diatur dalam Pasal 21 UUPA.
Namun, tidak semua hak eigendom atas tanah selalu dapat dikonversikan menjadi hak milik. Sebab, terdapat ketentuan-ketentuan lain yang mengatur konversi hak eigendom atas tanah menjadi hak pakai, hak guna bangunan, maupun hak guna usaha.
0 Komentar